Skip to main content
Back

Pasar Obligasi Di Tengah Pemulihan Ekonomi

15 November, 2021

Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Senior Portofolio Manager Fixed Income, Syuhada Arief.

 

 

 

 

The Fed memutuskan untuk mulai melakukan pengurangan pembelian obligasi (tapering) di bulan November ini. Bagaimana dampak dari perubahan kebijakan ini ke pasar obligasi?

Rencana tapering tersebut sudah dikomunikasikan dengan baik sebelumnya oleh The Fed sehingga kebijakan tapering ini sudah diantisipasi oleh pasar dan tidak menimbulkan gejolak. Positifnya juga, The Fed dengan jelas menyampaikan bahwa belum ada rencana kenaikan suku bunga, setidaknya hingga proses tapering berakhir. Komunikasi ini memberikan kejelasan bagi pasar bahwa suku bunga akan tetap pada level akomodatif. Kondisi pasar obligasi global dan domestik relatif stabil pasca pengumuman tapering The Fed, di mana imbal hasil US Treasury 10-tahun stabil pada kisaran 1.5%-1.6% dan obligasi pemerintah Indonesia 10-tahun stabil di kisaran 6%.

 

Stagflasi menjadi isu yang hangat dibicarakan di pasar finansial global. Bagaimana pandangan Anda terkait kekhawatiran stagflasi ini?

Stagflasi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi melambat, tingkat pengangguran tinggi, dan disertai juga dengan tingkat inflasi tinggi. Dalam pandangan kami saat ini kita tidak dalam periode stagflasi. Beberapa faktor yang bisa disorot:

  • Tingkat pertumbuhan ekonomi global masih pada level yang tinggi. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 4.9% di 2022, lebih tinggi dari rata-rata 10 tahun di level 2.2%.
  • Dari sisi tingkat pengangguran, data ketenagakerjaan Amerika Serikat terus mencatat perbaikan, tercermin dari data klaim pengangguran mingguan dan nonfarm payroll yang konsisten membaik.
  • Sementara itu inflasi yang tinggi di global saat ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan di tengah pembukaan kembali ekonomi. Kondisi ini bukan faktor yang bersifat struktural dan inflasi diperkirakan akan menurun setelah adanya penyesuaian pasokan dan permintaan.
  •  

Dengan The Fed yang mulai melakukan tapering, apakah ini akan berpengaruh pada kebijakan suku bunga Bank Indonesia?

Pergerakan suku bunga Bank Indonesia akan lebih dipengaruhi oleh perkembangan dinamika domestik. Dalam pandangan kami Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk menjaga suku bunga pada level akomodatif. Berbeda dengan negara lain yang inflasinya melonjak, di Indonesia tekanan inflasi masih rendah, pada level 1.66% YoY per Oktober, sehingga belum ada tekanan bagi Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga. Selain itu tingkat defisit transaksi berjalan Indonesia saat ini pada level yang rendah didukung oleh harga komoditas dan neraca perdagangan yang suportif, sehingga memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap akomodatif. Risiko terhadap pandangan ini adalah perubahan pada kebijakan The Fed. Asumsi dasar kami adalah The Fed akan tetap gradual dalam melakukan perubahan kebijakan.

Selain itu kami melihat walaupun The Fed melakukan tapering, imbal hasil US Treasury tidak akan bergerak terlalu liar naik. Ini terjadi akibat akan adanya keseimbangan supply dan demand imbal hasil obligasi global di mana berdasarkan data Bloomberg, secara total terdapat USD13.29 trillion obligasi global (baik itu obligasi pemerintah maupun korporasi) yang memiliki imbal hasil negatif. Hal tersebut berarti hampir seperlima dari keseluruhan obligasi global memiliki imbal hasil negatif.


Pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 3.51% di Q3-21 dari sebelumnya 7.07% di Q2. Bagaimana pandangan Anda terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya?

Pertumbuhan ekonomi di Q3 memang sudah diantisipasi akan menurun karena kondisi PPKM yang menekan aktivitas ekonomi. Kami memandang potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih positif di Q4-2021 dan 2022. Pelonggaran PPKM menjadi katalis pemulihan ekonomi Indonesia didukung oleh mobilitas masyarakat yang meningkat. Berbeda dengan beberapa negara lain yang pertumbuhan ekonominya mulai mengalami normalisasi di 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat di 2022. Konsensus di Bloomberg mengindikasikan pertumbuhan ekonomi 2022 diproyeksikan mencapai 5.2%, naik dari 3.6% di 2021. Akselerasi vaksinasi akan menjadi faktor penting untuk pemulihan ekonomi Indonesia yang berkesinambungan.



Apa daya tarik pasar obligasi Indonesia saat ini dan risiko yang harus diperhatikan?

Daya tarik utama pasar obligasi Indonesia saat ini adalah tidak adanya supply (penawaran baru) dari obligasi pemerintah melalui mekanisme lelang Kemenkeu sampai akhir tahun. Selain itu, pasar obligasi Indonesia didukung oleh dinamika pasar domestik yang suportif. Indonesia saat ini pada era suku bunga rendah, dengan tingkat suku bunga acuan BI pada level terendah sepanjang masa. Dalam kondisi ini obligasi masih menjadi salah satu instrumen investasi alternatif untuk mencari imbal hasil yang lebih menarik. Pasar obligasi juga didukung oleh kebijakan burden sharing yang diperpanjang hingga 2022 dan defisit APBN yang ditargetkan turun menjadi 4.85% dari PDB sehingga mengurangi penerbitan SBN dan suportif bagi dinamika demand-supply pasar. 

Faktor lain yang menjadi support bagi pasar obligasi Indonesia adalah komposisi pasar yang semakin didominasi oleh investor domestik. Komposisi investor asing di pasar obligasi Indonesia saat ini hanya sekitar 21 persen, jauh lebih rendah dibanding 38 persen di akhir 2019 sebelum pandemi, sehingga risiko pelemahan pasar yang disebabkan oleh dana asing keluar dari Indonesia menjadi lebih minim. 

Tantangan utama pasar obligasi adalah ketidakpastian terkait gangguan rantai pasokan global. Skenario dasar kami adalah inflasi global akan mengalami moderasi di 2022 seiring dengan perbaikan rantai pasokan global. Namun apabila gangguan rantai pasokan terjadi lebih panjang dari ekspektasi, kondisi ini dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi pasar dan menekan The Fed untuk lebih agresif.

 

Lembaga pemeringkat S&P menyematkan outlook ‘negative’ pada Indonesia. Apakah ada risiko sovereign rating Indonesia akan diturunkan?

Faktor yang disorot oleh S&P adalah terkait risiko fiskal Indonesia di tengah kondisi pandemi. Resiko fiskal ini sebagai implikasi dari stimulus untuk membantu pemulihan akibat pandemi. Fenomena ini adalah bersifat global yang dialami oleh semua negara di dunia untuk mengatasi efek negatif pandemi. Selain itu dalam prakteknya pemerintah disiplin dalam memperbaiki postur anggaran dimana ini terlihat dalam defisit anggaran per September 2021 yang turun menjadi 2.74% dari 4.41% di September tahun lalu. Perbaikan yang berkesinambungan ini yang kami percaya akan meyakinkan Credit Rating Agency untuk tidak menurunkan sovereign rating Indonesia.  

Di samping itu, kami melihat reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan Oktober kemarin dapat berdampak positif pada rating outlook Indonesia. Dengan UU HPP ini pendapatan pajak dapat dioptimalkan sehingga target defisit fiskal pemerintah untuk kembali ke level di bawah 3% dari PDB di 2023 menjadi lebih realistis. Jadi dengan ekspektasi pemulihan ekonomi yang lebih baik dan pendapatan pajak yang lebih dioptimalkan dapat menjadi faktor positif untuk rating outlook Indonesia.



Bagaimana filosofi pengelolaan investasi reksadana obligasi di MAMI, dan bagaimana strategi portofolio Anda pada kondisi pasar saat ini?

Pengelolaan reksa dana obligasi kami didasari filosofi bahwa riset mendalam dan manajemen risiko yang disiplin dapat menghasilkan kinerja yang unggul dan konsisten. Kami menggunakan pendekatan top-down yang mengandalkan analisa makroekonomi global dan domestik untuk mendasari keputusan alokasi portofolio. Dalam hal ini selain didukung tim investasi yang berpengalaman di pasar domestik, kami juga didukung jaringan global Manulife Investment Management yang memiliki tim investasi on-the-ground yang dapat memberikan keunggulan informasi dan analisa yang terkini dan tajam.

Untuk strategi saat ini, dengan dinamika pasar domestik yang suportif durasi portofolio reksadana obligasi kami pada level tactical overweight. Duration management, security selection, dan yield enhancement diharapkan menjadi penopang kinerja portofolio. Tentunya kami terus mencermati perkembangan pasar terkini untuk memastikan posisi portofolio tetap optimal.

 

Unduh Dokumen

  • IDB: Data earnings yang mengecewakan menekan pasar global

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
  • IDB: Pertumbuhan ekonomi AS 2Q-24 lebih baik dari ekspektasi

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
  • IDB: Sentimen sektor teknologi mempengaruhi pasar global

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
Lihat semua

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more