10 Juni 2024
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Sampai bulan Mei kondisi makro Indonesia masih stabil. Cadangan devisa tercatat USD139 miliar, naik dari USD136.2 miliar di akhir April. Peningkatan cadangan devisa dihasilkan dari – antara lain – pendapatan pajak dan jasa serta penerbitan obligasi pemerintah JPY200 miliar. Cadangan ini setara dengan 6.3 bulan impor, atau 6.1 bulan impor serta kewajiban pembayaran utang pemerintah. Indeks PMI manufaktur tercatat 52.1 di bulan Mei dibandingkan 52.9 di bulan April, namun masih mencatatkan ekspansi untuk 33 bulan berturut-turut. Penurunan bulanan diakibatkan penurunan pertumbuhan output.
Terjadi deflasi -0.03% di bulan Mei, pertama kalinya sejak Agustus 2023. Secara tahunan, inflasi tercatat +2.8% YoY, turun dari +3.0% di April. Penyebab utama deflasi adalah sektor pangan dan transportasi. Inflasi pangan turun ke +6.7% YoY dari bulan sebelumnya +7.6% di April, ditopang penurunan harga beras (-3.6% MoM dari bulan sebelumnya yang masih naik +2.7%), seiring datangnya musim panen. Harga pangan lain pun turun setelah Idul Fitri. Sektor transportasi tercatat mengalami deflasi -0.4% MoM juga karena berlalunya Idul Fitri. Sementara itu Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan, dan menekankan kembali fokusnya dalam menjaga stabilitas Rupiah.
Beberapa data terkini Amerika Serikat terlihat melambat, berbalik arah dari data inflasi dan ketenagakerjaan di bulan April sebelumnya. Kondisi tersebut, dan komunikasi dari Chairman The Fed bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut kecil kemungkinannya, membuat penurunan nilai tukar USD dan imbal hasil UST. Rupiah menguat +0.06% MoM, namun tetap kalah unggul dibandingkan kawasan (MYR +1.38%, SGD +1.05%, THB +0.73%). Namun penurunan volatilitas di bulan Mei tidak berlanjut ke awal Juni, setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat kembali menguat.
PASAR SAHAM
Pelemahan nilai tukar, spekulasi arah kebijakan The Fed, dinamika geopolitik Timur Tengah dan penurunan harga beberapa saham berkapitalisasi besar membuat pasar saham terkoreksi. IHSG melemah -3.64%, kalah unggul dibandingkan pasar kawasan dan pasar negara berkembang (MSCI APxJ +1.57%, MSCI EM +0.29%) dan pasar global (MSCI World +4.23%). Investor asing mencatatkan jual bersih senilai USD880.5 juta. Sektor bahan dasar (+4.5%) menjadi sektor terunggul, sementara sektor industrial jatuh paling dalam (-8.0%).
Peningkatan tensi geopolitik Timur Tengah dan potensi penundaan pemangkasan Fed Funds Rate berdampak negatif bagi sentimen pasar jangka pendek. Namun fundamental Indonesia yang kuat (inflasi yang terjaga, pertumbuhan PDB yang stabil, serta rasio utang yang sehat), dan suku bunga acuan The Fed yang sudah mendekati puncak, serta pemulihan China yang tidak sesuai harapan diperkirakan dapat menopang selera investor asing untuk memilih Indonesia. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata 10 tahun terakhir. Kami terus percaya bahwa perekonomian Indonesia akan tetap positif dan juga tetap optimis akan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Pasar obligasi domestik berbalik arah menguat di bulan Mei, dengan indeks BINDO mencatatkan kinerja bulanan +1.64% MoM, membuat kinerja tahun berjalan kembali berada di teritori positif +1.45%. Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun turun dari 7.25% ke 6.92% (-33bps), sejalan dengan penurunan imbal hasil UST10 tahun dari 4.68% ke 4.50% (-18bps). The Fed mempertahankan suku bunganya di level 5.25% - 5.50% dan ketua The Fed Jerome Powell memberi sinyal ke depannya tidak akan menaikkan suku bunga lebih jauh. Inflasi inti yang mereda – dan juga data penjualan ritel yang melemah – merupakan data ekonomi utama yang menopang pandangan The Fed menjadi tidak terlalu hawkish lagi. Imbal hasil UST 10 tahun sempat turun ke level terendahnya di bulan Mei sebesar 4.34%, sementara indeks USD sempat turun ke 104.67 dari bulan sebelumnya 106.22.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate di level 6.25% seiring data inflasi yang terjaga dan penguatan nilai tukar. Rupiah sempat menguat ke IDR15925, ditopang oleh arus masuk dana asing dan pelemahan USD, dan di akhir bulan Mei akhirnya IDR tercatat sedikit menguat 0.06% MoM. Sepanjang bulan, permintaan pada lelang SUN dan SBSN masih menurun di bawah rata-rata permintaan tahun berjalan. Permintaan SUN Rupiah tercatat IDR49.24 triliun dan IDR47.11 triliun, sementara rata-rata selama tahun berjalan di level IDR53.21 triliun. Untuk SBSN, tercatat permintaan IDR16.00 triliun dan IDR16.50 triliun dibandingkan rata-rata tahun berjalan sebesar IDR20.28 triliun. Akhirnya pemerintah mengabulkan permintaan SBSN senilai IDR10 triliun, lebih rendah dari target. Sementara untuk SUN tercatat sesuai dengan target di level IDR22 triliun. Lebih jauh, pemerintah juga sukses menerbitkan 2 seri Sukuk Tabungan yaitu ST012T2 (tenor 2 tahun, kupon 6.40% p.a.) dan ST012T4 (tenor 4 tahun, kupon 6.55% p.a.). Keduanya cukup diminati, meraup dana total IDR19.65 triliun, lebih tinggi dari target awal IDR10 triliun. Pemerintah juga sukses menerbitkan Samurai Bond senilai total JPY104.8 miliar dengan tenor bervariasi 3, 5, 7, 10 tahun dan menawarkan kupon tetap.
Investor asing mencatat pembelian bersih senilai IDR17.11 triliun, membuat kepemilikan asing naik ke 14.05% dari bulan sebelumnya 13.77%. Asuransi dan dana pensiun tetap menjadi pembeli bersih, dengan kenaikan kepemilikan ke 18.97% dari sebelumnya 18.76%. Bank Indonesia mengambil posisi jual bersih, mengurangi kepemilikan IDR5.39 triliun, dengan persentase kepemilikan turun ke 24.45% dari sebelumnya 24.56%. Sementara itu perbankan komersial mengalami jual bersih terbesar senilai IDR29.50 triliun, sehingga persentase kepemilikan turun ke 20.77% dari 21.30%. Reksa dana juga mengurangi kepemilikan dari 3.11% ke 23.08%. Investor individu dan lain-lain kali ini menjadi pembeli bersih terbesar peringkat ketiga, kepemilikannya naik dari 18.50% ke 18.69%.
Kurva imbal hasil bulan Mei membentuk pola bullish flattening dengan beberapa inversi yang terjadi sebelumnya mengalami normalisasi. Imbal hasil tenor menengah unggul, dimana imbal hasil tenor 10 tahun turun paling dalam 31bps. Imbal hasil tenor 15 tahun juga turun 15bps. Seiring dengan tenor menengah, kurva tenor pendek juga turun, dengan imbal hasil tenor 2 tahun dan 5 tahun turun masing-masing 25bps dan 27bps. Di tenor panjang, imbal hasil tenor 20 tahun turun 16bps dan 30 tahun turun 8bps.
IDB: Pasar global bergerak variatif
Investment Daily Bread
IWH: Pasar domestik solid di tengah volatilitas global
Investment Weekly Highlights
IDB: Pemerintah mempersiapkan paket stimulus ekonomi
Investment Daily Bread