Skip to main content
Back

Artikel edukasi: 

Tiga perilaku bias investasi

21 Juni 2025

Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.

Berinvestasi itu bisa untung tapi bisa juga rugi. Namun jika kita memilih untuk tidak berinvestasi maka kita akan dirugikan oleh turunnya daya beli uang kita karena inflasi. Meskipun dampak kerugian tidak langsung terasa, dalam jangka panjang kita pasti akan merasakannya. Contoh, uang Rp100.000 di tahun 90-an cukup untuk membeli kebutuhan hidup selama seminggu, namun saat ini, nilai uang Rp100.000 tadi sudah jauh berkurang.

Dengan berinvestasi kita akan punya peluang mempertahankan daya beli uang kita. Investasi memungkinkan kita untuk mengimbangi inflasi dan menjaga nilai uang kita agar tidak tergerus oleh kenaikan harga barang dan jasa. Dengan demikian, kita miliki tetap memiliki kekuatan beli yang sama atau bahkan lebih besar di masa depan. Ini adalah langkah penting untuk mencapai stabilitas finansial dan kesejahteraan jangka panjang. Pilihan instrumen investasi saat ini juga sangat beragam: mulai dari instrumen tradisional seperti valuta asing, emas, atau properti hingga instrumen-instrumen baru seperti kripto, saham, obligasi, atau reksadana.

Selain pemahaman tentang instrumen investasi dan pergerakan pasar, aspek penting lainnya dalam berinvestasi adalah pengelolaan perilaku kita. Perilaku kita dalam berinvestasi sangat menentukan sukses atau tidaknya kita menumbuhkan kekayaan melalui kendaraan investasi pilihan kita. Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menjelaskan, “Dalam berinvestasi, terdapat beberapa perilaku bias yang berpeluang menyebabkan keputusan-keputusan investasi yang tak optimal hingga berujung pada spekulasi tanpa dasar. Untuk memperbaikinya dibutuhkan kesadaran diri serta komitmen untuk menggunakan logika dan data dalam mengambil keputusan. Bukannya sekadar mengandalkan emosi semata.

Adapun tiga perilaku bias yang dimaksud yaitu:

Overconfidence. Kepercayaan diri yang berlebihan dapat mendorong para investor menganggap dirinya sangat mampu memperkirakan pergerakan pasar. Bias kognitif yang satu ini sering menyebabkan investor-investor menjadi sangat percaya diri akan “pengetahuan” mereka, meremehkan risiko investasi dan mengabaikan informasi yang berlawanan dengan apa yang mereka yakini. Para investor dengan overconfidence cenderung melakukan trading lebih sering karena mereka yakin sanggup mencetak untung besar dalam waktu singkat. Mereka mengabaikan biaya transaksi yang lebih mahal hingga potensi risiko yang lebih tinggi disebabkan investasi yang tak terdiverisfikasi dengan baik. Kepercayaan diri yang berlebihan juga menyebabkan para investor bereaksi secara impulsif saat pasar berfluktuasi yang justru membawa mereka ke situasi “buy high sell low”.

 ”Guna mengatasi situasi ini penting bagi investor untuk tetap tenang dan jeli dalam berinvestasi di instrumen apa pun, selalu belajar dan mencari perspektif yang berbeda-beda dari sumber terpercaya, serta memegang teguh strategi investasi jangka panjang termasuk pengelolaan risiko investasinya”, jelas Freddy.

Loss aversion, atau main aman. Ini justru kebalikan dari overconfidence: Begitu takutnya terhadap potensi kerugian, hingga melewatkan peluang-peluang menikmati pertumbuhan kekayaan lewat investasi. Orang dengan berperilaku loss aversion biasanya tak ingin mengambil risiko sama sekali, mereka merasa cukup puas dengan alternatif yang nyaris tak bertumbuh seperti tabungan bank. Ujung-ujungnya, banyak potensi yang terlewatkan disebabkan limitasi-limitasi yang mereka ciptakan sendiri. Akibatnya, mereka mungkin akan kesulitan untuk memenuhi atau mewujudkan impian finansial mereka.

“Kurangnya informasi biasanya menjadi sebab perilaku menghindari risiko. Hal ini sangat disayangkan di era digitalisasi seperti saat ini, di mana informasi hanya sejauh ujung jari, kalau saja mereka mau beralih sejenak dari konten-konten yang kurang produktif dan mengalokasikan beberapa menit menggali pengetahuan seputar investasi”, tambah Freddy.

Herding mentality. Perilaku yang satu ini mencerminkan kecenderungan investor untuk mengikuti apa yang sedang menjadi tren, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan investasi tersebut tepat untuk mereka. Mereka percaya bahwa pendapat sekelompok besar orang selalu benar. Kalaupun salah, setidaknya mereka tidak akan merasa sendirian dalam menanggung kerugian.

Perilaku ikut arus berpotensi menyebabkan sentimen berlebihan pada suatu instrumen investasi. Contohnya, market bubbles, di mana harga suatu instrumen investasi naik sangat tinggi melebihi nilai intrinsiknya, kemudian terjun bebas dan berujung kerugian besar bagi para investornya.

Menurut Freddy, “Masing-masing investor memiliki tujuan investasi yang berbeda satu sama lain. Harapan akan return, kemampuan keuangan, dan kesanggupan menghadapi risiko juga berbeda satu sama lain. Karena itu, strategi investasi satu investor pasti akan berbeda dari investor lainnya. Para investor sebaiknya mendasari keputusan investasinya pada riset, mencari nasihat profesional, menumbuhkan pemahaman atas diri serta profil risiko investasinya. Bukan karena ingin mengikuti tren atau mengandalkan insting semata.”

Sebuah data menarik diungkap laporan Hootsuite mengenai data digital Indonesia tahun 2024, bahwa secara rata-rata, orang Indonesia menghabiskan lebih dari 7 jam sehari mengakses internet dan lebih dari 3 jam menyusuri media sosial. Informasi dan pengetahuan mengenai investasi mungkin tak punya kemasan menghibur layaknya konten media sosial, tetapi jika 30 menit saja dari waktu ini dialokasikan untuk memupuk pengetahuan mengenai investasi, maka kita akan punya peluang menikmati potensi menumbuhkan kekayaan dengan cara yang lebih baik.

Bayangkan, dengan hanya mengalokasikan sebagian kecil dari waktu kita bisa membuka pintu menuju masa depan finansial yang lebih cerah. Investasi bukan hanya tentang menambah uang, tetapi juga tentang membangun keamanan dan stabilitas bagi diri kita dan orang-orang yang kita cintai. Dengan pengetahuan yang tepat, kita bisa membuat keputusan yang lebih bijak dan menghindari risiko yang tidak perlu. Mulailah belajar tentang investasi hari ini, dan lihat bagaimana pengetahuan tersebut dalam mengubah hidup kita.

 

Investasi Reksa Dana Manulife

 





Tentang PT Manulife Aset Manajemen Indonesia

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) adalah manajer investasi dengan total dana kelolaan terbesar di Indonesia, yaitu Rp97,4 triliun (Maret 2025) dengan pangsa pasar 12% (Maret 2025) di antara >90 perusahaan manajer investasi. MAMI telah hadir dan mendampingi langkah dari lebih dari 2 juta investor individu dan institusi (per akhir Desember 2024) selama 29 tahun sejak 1996. MAMI adalah bagian dari Manulife Investment Management dan Manulife Financial Corporation yang berkantor pusat di Toronto, Kanada.

 

Lihat semua
Informasi libur

Menyambut Tahun Baru Islam 1447 H, kantor kami tidak beroperasi pada Jumat 27 Juni dan akan kembali beroperasi pada 30 Juni 2025. Selengkapnya

View more

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more
Informasi libur

Menyambut Tahun Baru Islam 1447 H, kantor kami tidak beroperasi pada Jumat 27 Juni dan akan kembali beroperasi pada 30 Juni 2025. Selengkapnya

View more

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more