12 November 2025

Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Chief Investment Officer - Equity, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Samuel Kesuma, CFA.
Pasar saham domestik dan global melanjutkan penguatan di Oktober. Apa yang mendukung sentimen pasar?
Di sisi global, pasar didukung optimisme data inflasi Amerika Serikat yang lebih rendah dari ekspektasi, menilai dampak dari tarif terhadap inflasi tidak sebesar yang diperkirakan sebelumnya. Kondisi ini memperkuat pandangan The Fed masih dapat melanjutkan penurunan suku bunga terutama di tengah sektor tenaga kerja yang melemah. Selain itu sentimen pasar juga didukung oleh meredanya tensi dagang AS dengan China setelah Presiden Trump dan Presiden Xi mencapai kesepakatan untuk menahan eskalasi tarif lebih lanjut selama setahun. Walau kesepakatan ini tidak menyelesaikan persoalan inti kedua negara, setidaknya perkembangan ini mengurangi risiko eskalasi tensi yang dapat mempengaruhi sentimen pasar dalam waktu dekat.
Di domestik, pasar merespons positif stimulus tambahan dari pemerintah berupa Bantuan Langsung Tunai senilai IDR30 triliun, yang merupakan paket stimulus keempat tahun ini. Stimulus ini diperkirakan dapat berdampak lebih langsung terhadap ekonomi dibanding paket stimulus sebelumnya, karena sifatnya yang tunai dan terarah pada segmen masyarakat yang membutuhkan, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di 4Q-2025.
The Fed menurunkan suku bunga di Oktober sesuai ekspektasi pasar, tapi Fed Chair Powell mengindikasikan pandangan yang tentatif terhadap kebijakan di Desember. Bagaimana pandangan Anda terhadap potensi penurunan suku bunga lebih lanjut?
Komentar Fed Chair Powell mencerminkan situasi internal The Fed, di mana terdapat pandangan yang berbeda terkait risiko inflasi, pelemahan tenaga kerja, dan outlook suku bunga. Terdapat pandangan risiko inflasi perlu diwaspadai lebih sehingga penurunan suku bunga perlu perlahan-lahan. Di sisi lain, terdapat pandangan pelemahan sektor tenaga kerja perlu diwaspadai lebih sehingga suku bunga harus turun lebih agresif. Perbedaan pandangan ini juga diperparah oleh government shutdown AS yang menyebabkan terbatasnya rilis data ekonomi, membuat pengambilan keputusan menjadi lebih sulit bagi The Fed.
Pandangan kami arah kebijakan The Fed masih akan mengarah akomodatif ke depannya. Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan lebih menantang dalam beberapa kuartal ke depan imbas dari kebijakan tarif terhadap harga barang di AS. Beberapa indikator seperti inflasi core goods yang meningkat, indeks keyakinan konsumen dan perekrutan tenaga kerja yang lemah mengindikasikan potensi pelemahan tingkat konsumsi masyarakat AS ke depannya. Sementara itu tingkat suku bunga saat ini masih berada di zona ‘restriktif’, sehingga pelemahan ekonomi dapat mendorong The Fed untuk terus menurunkan suku bunga.
Anda menyebutkan inflasi harga barang AS meningkat. Apakah ada risiko lonjakan inflasi AS lebih lanjut imbas dari tarif?
Ya, inflasi harga barang diperkirakan masih dapat meningkat di AS imbas dari tarif. Sebelumnya importir-importir AS bisa melakukan frontloading impor bahan baku ataupun produk jadi memanfaatkan tarif lama, sehingga perubahan harga dapat dilakukan secara lebih gradual melindungi daya beli. Namun tentunya persediaan barang dengan tarif lama tersebut pasti akan habis dan harga baru akan semakin mencerminkan tingkat tarif terkini, berimbas pada inflasi harga barang di AS.
Di sisi lain, kenaikan inflasi barang diperkirakan dapat dimitigasi oleh melandainya inflasi jasa di AS. Saat ini komponen jasa sedang dalam tren penurunan inflasi imbas normalisasi harga sewa rumah tinggal pasca pandemi. Komponen jasa memiliki bobot lebih besar dalam keranjang inflasi AS mencapai 60%, sementara bobot komponen barang hanya 19% dalam keranjang inflasi AS. Ekspektasi pasar inflasi AS akan memuncak di 4Q25 sebelum melandai di 2026.
Pasar saham Asia Pasifik mencatat kinerja unggul tahun ini dibandingkan kinerja pasar kawasan negara maju. Bagaimana potensi ke depannya?
Dinamika pasar global mendorong minat investor untuk berinvestasi di pasar saham luar AS. Iklim pelemahan USD, penurunan suku bunga, serta minat diversifikasi di tengah fragmentasi kondisi geopolitik menjadi faktor yang mendorong minat investor untuk memperluas diversifikasi portofolio ke luar AS. Kami melihat faktor tersebut masih akan menjadi iklim utama yang mendominasi pasar ke depannya dan terus mendorong minat investor terhadap pasar Asia Pasifik.
Menariknya, selain tren global tersebut, terdapat dinamika terkini di beberapa negara Asia yang juga menjadi faktor daya tarik. China dan Hong Kong menjadi memiliki daya tarik perkembangan sektor teknologi domestik untuk memenuhi kebutuhan industri lokal di tengah usaha pemerintah China untuk mencapai swasembada teknologi. Korea Selatan menjalani revitalisasi pasar modal di bawah pemerintahan Presiden baru Lee Jae-myung, dengan kebijakan terkini fokus pada reformasi kebijakan tata kelola perusahaan serta diturunkannya pajak untuk dividen saham. Selain itu kawasan Asia juga diuntungkan oleh investasi besar terhadap AI, di mana Asia berperan penting dalam rantai pasok teknologi global dalam produksi semikonduktor ataupun energy storage system.
Beralih ke pasar domestik, saat ini kita memasuki periode akhir 2025, bagaimana pandangan Anda terhadap potensi pasar saham Indonesia?
Kami melihat terdapat perubahan sentimen di pasar, di mana sebelumnya pesimisme melanda pasar saham Indonesia karena berbagai faktor seperti ketidakpastian tarif AS, kondisi ekonomi domestik yang lemah, maupun kebijakan pemerintah yang tentatif ketika dalam periode transisi. Saat ini ketidakpastian tarif sudah lebih mereda, dan di sisi domestik kebijakan pemerintah dan bank sentral kompak mengarah untuk fokus pada pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor yang menurut kami dapat menjadi faktor positif bagi ekonomi dan pasar saham:
Bank Indonesia mengejutkan dengan mempertahankan suku bunga di 4.75% pada RDG Oktober. Apakah masih ada potensi penurunan suku bunga lebih lanjut?
Kami melihat masih ada ruang penurunan suku bunga lebih lanjut bagi BI. Inflasi inti domestik masih pada level rendah, di mana per Oktober di level 2.4% YoY, dan apabila kita mengeluarkan komponen emas yang naik signifikan tahun ini, maka inflasi inti masih di level 1.9%. Dalam siklus penurunan suku bunga sebelumnya di 2016 dan 2020, selisih antara BI Rate dan inflasi inti dapat menyempit ke kisaran 160bps, sementara saat ini selisih tersebut masih di kisaran 235bps.
Saham blue chip kalah unggul sepanjang tahun. Apakah ada potensi kinerja saham saham blue chip dapat membaik?
Saham-saham kategori blue chip pada dasarnya adalah saham yang pergerakannya dipengaruhi oleh perkembangan fundamental. Sayangnya memang tahun ini kinerja laba emiten blue chip terpengaruh oleh ekonomi domestik yang lemah. Ke depannya kami melihat potensi yang lebih baik bagi saham blue chip Indonesia didukung oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang membaik. Tingkat valuasi saham blue chip saat ini sangat menarik, dilihat dari dividend yield untuk indeks LQ45 saat ini di kisaran 5.3%, lebih tinggi dari yield SBN 1Y di 4.8% dan kompetitif dengan yield SBN 5Y di 5.5%. Kami melihat dengan semakin turunnya suku bunga dan yield obligasi maka daya tarik bagi pasar saham akan semakin meningkat, terutama saham blue chip yang telah underperform tahun ini.
Bagaimana strategi pengelolaan reksa dana saham MAMI saat ini?
Dalam mengelola portofolio reksa dana saham, kami tetap akan berfokus pada saham-saham dengan kinerja fundamental yang solid, bahkan di tengah situasi makro ekonomi yang masih menghadapi banyak tantangan. Perubahan sentimen pasar terhadap outlook pertumbuhan ekonomi domestik dan kebijakan pro-pertumbuhan dari pemerintah dan bank sentral diharapkan dapat mendukung perbaikan kinerja keuangan emiten dan menarik minat investor terhadap pasar saham. Walaupun IHSG telah berada di level yang relatif cukup tinggi, kami masih melihat emiten-emiten berkualitas di sektor finansial dan konsumer yang masih diperdagangkan di valuasi yang cukup menarik.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) adalah manajer investasi dengan total dana kelolaan terbesar di Indonesia, yaitu Rp111,7 triliun (September 2025) dengan pangsa pasar 12% (September 2025) di antara >90 perusahaan manajer investasi. MAMI telah hadir dan mendampingi langkah dari lebih dari 2 juta investor individu dan institusi (per akhir Desember 2024) selama 27 tahun sejak 1996. MAMI adalah bagian dari Manulife Investment Management dan Manulife Financial Corporation yang berkantor pusat di Toronto, Kanada.
IDB: Menguatnya harapan government shutdown AS berakhir
Investment Daily Bread
Monthly Market Review Oktober 2025
Monthly Market Review
IDB: Optimisme berakhirnya government shutdown AS
Investment Daily Bread