10 Oktober 2023
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Indikator makro Indonesia masih terus menunjukkan pemulihan. Secara bulanan inflasi naik 0.2% di September, membuat inflasi tahunan tercatat sebesar 2.3%, turun tajam dibandingkan bulan Agustus 3.3%. Penurunan tajam ini terjadi karena efek dasar yang tinggi di bulan September 2022 ketika harga BBM dinaikkan signifikan. Harga-harga mayoritas kebutuhan pangan dasar secara bulanan turun (cabai -11.3%, bawang merah -10%, telur -6.5%). Walaupun demikian, penurunan harga ini tidak cukup untuk menggantikan kenaikan tinggi yang terjadi pada harga beras (+5.2% MoM, atau 19.1% YoY). Inflasi inti turun ke 2.0% dari 2.18% di bulan sebelumnya, mengindikasikan permintaan domestik yang lemah. Kami melihat inflasi umum berada di titik terendahnya di bulan September dan akan kembali meningkat di kuartal terakhir 2023, dipicu kenaikan harga beras dan minyak. Secara keseluruhan, inflasi tetap terjaga, dan diperkirakan tidak melebihi 3.5% di akhir tahun 2023 ini.
Indikator PMI Manufaktur turun ke 52.3 di bulan September dibandingkan 53.9 satu bulan sebelumnya. Walaupun lebih rendah, indeks ini masih terus dalam tren ekspansi dalam 25 bulan terakhir, menunjukkan pertumbuhan konsisten aktivitas pabrikan.
Bank Indonesia masih mempertahankan level suku bunga acuan, tidak berubah sejak delapan bulan terakhir. Inisiatif bank sentral untuk menopang stabilitas nilai tukar menunjukkan hasil awal yang positif. Skema deposito USD untuk hasil ekspor menunjukkan perkembangan baik, sementara beberapa lelang SRBI juga menarik minat yang cukup baik.
PASAR SAHAM
Kenaikan harga minyak menjadi tambahan faktor kekhawatiran selain inflasi yang bertahan dan suku bunga Fed yang bertahan tinggi lebih lama. Selain itu, potensi government shutdown dan defisit fiskal yang membesar membuat imbal hasil US Treasury melejit. Kesemuanya ini berdampak negatif pada pasar saham global. MSCI World terkoreksi -4.45%, sementara Asia Pacific ex Japan turun -2.98% dan emerging market -2.81%. IHSG terkoreksi -0.19%, tetap mengungguli kawasan lain. Selama bulan September terjadi arus keluar dari investor asing sebesar -USD262.7 juta. Secara sektor, material dasar (+8.4%) dan energi (+4.8%) menjadi yang terunggul, sementara properti (-4.4%) adalah yang paling terpuruk.
Fundamental Indonesia yang kuat (seperti posisi fiskal, nilai tukar dan inflasi yang terjaga, pertumbuhan PDB yang stabil, serta rasio utang yang sehat), dan suku bunga acuan The Fed yang sudah mendekati puncak, serta pemulihan China yang tidak sesuai harapan diperkirakan dapat menopang selera investor asing untuk memilih Indonesia. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata 10 tahun terakhir. Kami terus percaya bahwa perekonomian Indonesia akan tetap positif dan juga tetap optimis akan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Situasi global akhirnya membuat pasar obligasi domestik menjadi korban, dengan indeks BINDO mencatatkan kinerja -1.06% di bulan September - kinerja bulanan terburuk di tahun 2023 – dan membuat kinerja tahun berjalan turun menjadi +6.12%. Imbal hasil obligasi 10 tahun terus naik sepanjang bulan dari 6.38% ke 6.91% (+54bps), level tertinggi sejak Maret 2023. Kenaikan imbal hasil ini dipicu melonjaknya imbal hasil UST 10 tahun dari 4.11% ke 4.57% (+46bps), level tertinggi sejak 2007. Pelemahan pasar terus berlangsung dan diperburuk oleh beberapa data ekonomi Amerika Serikat yang lebih baik dari perkiraan (inflasi inti, penjualan ritel, dan inflasi produsen) menjelang pertemuan FOMC. Pada akhirnya FOMC tetap mempertahankan suku bunga di level 5.25%-5.50%, dan menaikkan potensi kenaikan di bulan November dan Desember sebesar 25bps, sehingga tema higher for longer tetap bertahan.
Di pasar domestik, Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga acuan di tengah inflasi yang terjaga, dan telah berekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di bulan November. BI menegaskan upaya stabilisasi Rupiah melalui intervensi pasar, DNDF, dan SRBI untuk menarik dana masuk. Lelang SRBI pertama di pertengahan September disambut pasar dengan sukses, menarik minat baik investor domestik dan asing terutama untuk tenor 12 bulan. Selanjutnya lelang SRBI akan dilaksanakan setiap Rabu dan Jumat. Sementara itu lelang SUN di pasar perdana justru menunjukkan tren menurun, dengan permintaan pada lelang terakhir bulan September tercatat sebagai permintaan terendah keempat sepanjang 2023, memberi sinyal permintaan pasar keseluruhan yang belum pulih seutuhnya, dan menambah tekanan di pasar obligasi.
Investor asing mencatat penjualan bersih IDR23.30 triliun di September, sehingga kepemilikan asing di obligasi Indonesia turun menjadi 14.95% dari 15.37% di bulan sebelumnya. Bank Indonesia terus mengurangi kepemilikan sebesar IDR1.85 triliun (jauh lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya), sehingga kepemilikan turun menjadi 24.69% dari sebelumnya 24.72%. Perbankan menjadi penjual terbesar, mengurangi kepemilikan IDR31.26 triliun sehingga kepemilikan turun menjadi 21.94%. Investor individu dan lainnya merupakan pembeli terbesar, kepemilikannya naik menjadi 16.76% dari sebelumnya 16.20%. Asuransi dan dana pensiun terus menjadi pembeli, sehingga kepemilikan naik menjadi 17.92% dari sebelumnya 17.67%. Reksa dana juga mencatat beli bersih IDR1.52 triliun dengan kepemilikan naik menjadi 3.31%.
Kurva imbal hasil bergerak dalam pola bearish flattening, di mana tenor menengah menjadi yang paling terpuruk. Imbal hasil obligasi tenor 10 dan 15 tahun naik paling tinggi, keduanya naik 51bps dan diikuti tenor panjang dengan kenaikan imbal hasil tenor 20 tahun sebesar 40bps dan tenor 30 tahun sebesar 25bps. Sementara itu imbal hasil tenor 5 tahun masih sejalan dengan lengkungan kurva yang lain, naik 35bps. Di lain pihak imbal hasil tenor 2 tahun turun 1bps.
IDB: Inflasi domestik kembali melandai
Baca selengkapnyaIWH: Pasar merespon positif nominasi menteri keuangan AS
Investment Weekly Highlights
IDB: Pemerintah menetapkan kenaikan UMP 2025 di 6.5%
Baca selengkapnya