12 Desember 2023
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Indikator makro Indonesia tetap stabil. Inflasi umum naik menjadi 2.9% YoY dari bulan Oktober 2.6% YoY, terutama dipicu oleh inflasi pangan. Secara bulanan, inflasi umum naik 0.4% dari bulan Oktober yang naik 0.2%. Inflasi inti tetap stabil di 1.9% YoY, mengindikasikan lemahnya daya beli. Makanan, minuman, dan tembakau naik 6.7% YoY dari 5.4% YoY bulan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi pangan melonjak 1.2% dari bulan sebelumnya yang hanya mengalami kenaikan 0.2%, dipicu oleh harga cabai, sepertinya karena masalah pasokan akibat El Nino. Sementara itu, kenaikan harga beras menjinak, hanya naik 0.5% MoM dari bulan Oktober yang naik 1.7%, tertolong oleh pasokan beras pemerintah. Inflasi transportasi sedikit naik ke 1.3% YoY, dari bulan sebelumnya 1.2%.
Di bulan Oktober defisit fiskal secara kumulatif tercatat sebesar IDR0.7 triliun (0.003% dari PDB) dari bulan sebelumnya yang surplus IDR67.6 triliun. Belanja pemerintah tercatat sebesar IDR273 triliun, lebih kecil dari bulan September di angka IDR293 triliun terutama disebabkan subsidi energi dan pembayaran kompensasi yang lebih rendah. Secara kumulatif, belanja pemerintah telah mencapai IDR2241 triliun, atau 72% dari ekspektasi 2023, sementara pendapatan kumulatif mencapai IDR2240 triliun, 85% dari target tahunan. Kami perkirakan secara keseluruhan akan terjadi defisit fiskal kecil di tahun ini. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6% dan kembali menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas Rupiah. BI melaporkan per 21 November dana masuk bersih ke portofolio sebesar USD2.6 miliar, pembalikan dari bulan sebelumnya per 17 Oktober terjadi arus keluar sebesar USD0.4 miliar (di kuartal ketiga, terjadi arus keluar bersih sebesar USD2.1 miliar). Bank Indonesia juga kembali menegaskan kebijakan makroprudensial akan diteruskan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
PASAR SAHAM
Ekspektasi bahwa The Fed akan menghentikan pengetatan moneter membuat turunnya imbal hasil UST dan indeks Dolar, dan disambut kenaikan pasar. IHSG naik +4.9% MoM namun tetap kalah unggul dibandingkan pasar global (MSCI World naik 9.3%), emerging market (MSCI EM naik 7.9%) dan juga Asia Pasifik ex Jepang (MSCI Asia Pacific ex Japan naik 7.9%). Sektor teknologi (+19.5%) dan infrastruktur (+19.5%) memimpin kenaikan, sementara sektor kesehatan (-5.4%) menjadi yang paling terpuruk. Investor asing menarik dana dari Indonesia senilai USD30.2 juta.
Fundamental Indonesia yang kuat (seperti posisi fiskal, nilai tukar dan inflasi yang terjaga, pertumbuhan PDB yang stabil, serta rasio utang yang sehat), dan suku bunga acuan The Fed yang sudah mendekati puncak, serta pemulihan China yang tidak sesuai harapan diperkirakan dapat menopang selera investor asing untuk memilih Indonesia. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata 10 tahun terakhir. Kami terus percaya bahwa perekonomian Indonesia akan tetap positif dan juga tetap optimis akan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Pasar obligasi domestik membaik signifikan di bulan November, dengan indeks BINDO mencatat kenaikan bulanan tertinggi tahun ini sebesar 2.77% MoM, membuat kinerja tahun berjalan naik menjadi 7.30%. Imbal hasil obligasi 10 tahun turun dari 7.09% ke 6.61% (-49bps), level terendah dalam 3 bulan. Imbal hasil yang turun ini sejalan dengan penurunan imbal hasil UST 10 tahun dari 4.93% ke 4.33% (-60bps), juga terendah dalam 3 bulan. Pemicu utama kenaikan pasar datang dari pasar global, di mana data ekonomi Amerika Serikat yang tidak terlalu baik menopang kebijakan The Fed untuk tidak terlalu hawkish. Dalam rapatnya yang terakhir, The Fed kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5.25%-5.5% dan berulangkali menegaskan sikap kebijakannya yang bersabar, membuat ekspektasi meningkat bahwa siklus kenaikan suku bunga sudah mencapai puncak, dengan potensi penurunan di tahun depan. Keputusan The Fed terakhir ini diperkirakan berasal dari sinyal beberapa data ekonomi yang menunjukkan perlambatan ekonomi mulai terjadi: Non farm payroll Oktober hanya naik 150 ribu di Oktober (konsensus 180 ribu), pengangguran naik ke 3.9% (dari 3.8%), Initial jobless claim meningkat ke 231 ribu (sebelumnya 218 ribu) di minggu pertama November, dan inflasi turun ke 3.2% YoY (konsensus 3.3%, sebelumnya 3.7%) di Oktober. Sebagai tambahan, kenaikan yang terjadi juga dipicu oleh besaran lelang UST yang mengecil untuk periode November 2023 ke Januari 2024 dari USD776 miliar menjadi hanya USD76 miliar, lebih kecil dari ekspektasi.
Sementara itu dari pasar domestik, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6.00%, kebijakan yang dianggap pre-emptive dan antisipasi ke depan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan untuk menahan potensi inflasi impor di masa mendatang. Walaupun lebih tinggi dari periode sebelumnya, inflasi tetap terjaga di level 2.56% YoY (lebih rendah dari konsensus 2.60%, sebelumnya 2.28%), dan tetap berada di kisaran target BI 2.0-4.0% YoY. Permintaan di lelang pasar perdana meningkat, dengan permintaan sebesar IDR48.71 triliun, di atas rata-rata lelang SUN 2023 sebesar IDR44 triliun. Lelang SBSN tercatat sebesar IDR18.59 triliun, yang walaupun lebih rendah dari rata-rata 2023 sebesar IDR27 triliun, namun membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang bulan, pemerintah menerbitkan Sukuk Global USD sebesar USD2 miliar bertenor 5 tahun (kupon 5.40%) dan 10 tahun (kupon 5.60%). Penerbitan ini meningkatkan cadangan devisa dan diharapkan menciptakan bantalan jangka pendek bagi nilai tukar.
Investor asing mencatat pembelian bersih IDR23.50 triliun di November, sehingga kepemilikan asing di obligasi Indonesia naik menjadi 14.89% total obligasi yang dapat diperdagangkan dari bulan sebelumnya 14.68%. Bank Indonesia menambah kepemilikan sebesar IDR1.49 triliun namun persentase kepemilikan tetap turun ke 24.33% dari sebelumnya 24.66%. Perbankan menjadi pembeli terbesar, menambah kepemilikan IDR15.70triliun dengan kepemilikan turun menjadi 21.70%. Investor individu dan lainnya merupakan pembeli terbesar, kepemilikannya naik menjadi 17.46% dari sebelumnya 17.19%. Walaupun asuransi dan dana pensiun terus menjadi pembeli, kepemilikannya turun menjadi 18.48% dari sebelumnya 18.49%. Reksa dana jual bersih IDR2.94 triliun dengan kepemilikan turun ke 3.15%.
Kurva imbal hasil bergerak dalam pola bullish steepening, di mana tenor menengah memimpin kenaikan, imbal hasil tenor 10 tahun turun 48bps. Tenor pendek juga mengekor kenaikan, dengan imbal hasil tenor 2 dan 5 tahun turun masing-masing 29bps dan 37bps. Di tenor 15 tahun, imbal hasil turun 34 bps. Sejalan dengan yang lain, imbal hasil tenor panjang 20 dan 30 tahun turun masing-masing 26bps dan 21bps.
IDB: Inflasi AS lebih tinggi dari ekspektasi
Investment Daily Bread
IDB: Pasar menantikan data inflasi AS
Investment Daily Bread
IDB: Pasar kecewa tidak ada pengumuman stimulus China tambahan
Investment Daily Bread