Skip to main content
Back

Monthly Market Review November 2022

13 Desember, 2022

Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. Bukan untuk umum.

 

ULASAN MAKROEKONOMI

Indikator makroekonomi Indonesia terus menunjukkan pemulihan. Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan USD5.7 miliar di bulan Oktober, naik dari bulan sebelumnya surplus USD5.05 miliar. Surplus ditopang oleh ekspor tumbuh rendah diikuti oleh impor yang tumbuh lebih rendah lagi. Perlambatan ekspor dipicu oleh turunnya harga batu bara, minyak sawit, serta turunnya permintaan dari China, ASEAN, dan Amerika Serikat. Dari sisi impor, kami melihat perlambatan pertumbuhan impor barang modal dan barang mentah, sementara impor barang konsumer masih tumbuh kuat. Walaupun masih surplus, Rupiah terkoresi 0.86% di bulan November, kalah unggul dibandingkan mata uang ASEAN yang menguat terhadap USD. Bank Indonesia melanjutkan kenaikan suku bunga acuan, sebesar 50bps ke level 5.25%. Kami memperkirakan BI akan kembali menaikkan suku bunga di Desember dan melanjutkan kebijakan untuk menopang nilai tukar Rupiah.


Inflasi bulan November naik 0.09% MoM, membawa inflasi tahunan turun menjadi 5.4% YoY dari bulan sebelumnya 5.7% YoY. Inflasi yang rendah terjadi akibat harga pangan yang stabil (karena perbaikan cuaca dan pengendalian biaya logistik yang efektif) dan mulai terhapusnya dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM yang sebelumnya membuat inflasi transportasi meningkat. Inflasi ini tercatat stabil di level 3.3% YoY. 



PASAR SAHAM

IHSG melemah -0.25%, kalah unggul dibandingkan pasar regional, dan kawasan negara berkembang dan global. MSCI World naik +6.8%, MSCI Asia Pacific ex Japan naik +17.4%, dan MSCI Emerging Market +14.6%. Terjadi arus beli bersih senilai USD45 juta. Investor asing mulai mengalihkan minat pada kawasan lain setelah kinerja positif pasar saham Indonesia sepanjang tahun berjalan ini. Secara sektoral, properti (+3.6%) dan konsumer siklikal (+3.0%) menjadi yang terunggul, sementara teknologi (-8.6%) dan infrastruktur (-4.9%) menjadi yang terlemah.


Suku bunga The Fed diperkirakan masih terus meningkat sampai mencapai level tertingginya di paruh pertama 2023. Untuk Indonesia, Bank Indonesia diperkirakan juga masih menaikkan suku bunga untuk menopang daya tarik Rupiah dan aset finansial domestik. Suku bunga acuan diperkirakan akan mencapai puncaknya juga di paruh pertama 2023. Inflasi yang tinggi tahun ini masih terkendali. Pembukaan kembali ekonomi dan pertumbuhan laba perushaan yang tinggi merupakan faktor pendukung bagi pasar saham. Setelah suku bunga mencapai puncak, pasar diperkirakan akan lebih stabil dan selera risiko investor akan meningkat. Kami melihat bahwa eksposur di ekonomi Indonesia akan tetap positif dan optimis melihat potensi jangka panjang investasi di Indonesia.

PASAR OBLIGASI

Di bulan November pasar obligasi menguat signifikan, terlihat dari proksi indeks BINDO yang meningkat+3.13% MoM, membuat kinerja tahun berjalan menjadi +2.20%. Di akhir bulan, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun turun dari 7.51% ke 6.91% - sejalan dengan penurunan imbal hasil UST yang sempat menyentuh level 4.21% ke 3.61% - baik di pasar primer maupun sekunder. Inflasi Amerika Serikat yang lebih rendah dari perkiraan 7.7% YoY (konsensus 7.9%, bulan sebelumnya 8.2%) membuat ekspektasi berkurangnya agresivitas bank sentral, mengangkat sentimen global dan membawa kembali arus masuk dana asing. Mengacu pada pernyataan-pernyataan baru dari pejabat bank sentral, Chairman The Fed Jerome Powell melihat adanya kemungkinan penurunan besaran kenaikan suku bunga mulai bulan Desember ini.

Dari dalam negeri, sentimen tetap terkendali dengan pasokan obligasi yang turun dan membaiknya selera investasi terutama dari investor ritel domestik. Permintaan yang rendah di lelang obligasi regular terkompensasi oleh arus masuk asing, dukungan investor domestik, dan pasokan obligasi yang mengecil. Baik lelang sukuk dan konvensional berangsur mengalami peningkatan permintaan, dengan rekor permintaan sebesar IDR30.32 triliun dan IDR11.52 triliun. Sementara itu investor ritel terus menunjukkan minat agresif terhadap Sukuk Tabungan ST009. Pemerintah akhirnya menambah target penerbitannya dari IDR3 triliun menjadi IDR10 triliun. 

Investor asing membukukan beli bersih senilai IDR23.70 triliun, dengan persentase kepemilikan naik ke 14.27% dari bulan sebelumnya 13.90%. Di lain pihak, perbankan komersial mengurangi IDR2.54 triliun kepemilikan sehingga persentase kepemilikan turun ke level 24.64%. Bank Indonesia menambah kepemilikan sebesar IDR0.93 triliun, dengan sehingga kepemilikan turun dari 25.81% ke 25.67%. Baik asuransi maupun dana pensiun juga mencatat pembelian, dengan kepemilikan naik menjadi 16.86% dari sebelumnya 16.81%. Reksa dana masih mencatat penurunan sebesar IDR5.74 triliun, persentase kepemilikannya turun ke 2.85%. Investor individu dan lain lain tetap menjadi pembeli, dengan kepemilikan naik dari 15.67% ke 15.71%.  

Kurva imbal hasil menunjukkan pola bullish steepening, dengan imbal hasil tenor 5 tahun memimpin penurunan sebesar 70bps, sementara tenor pendek lainnya 2 tahun juga turun 53bps. Di tenor menengah, imbal hasil 10 dan 15 tahun turun masing-masing 60 dan 69 bps. Kurva tenor panjang juga turun, dengan imbal hasil tenor 20 tahun turun 51bps dan tenor 30 tahun turun 18bps.

 

Unduh Dokumen



  • IDB: Data earnings yang mengecewakan menekan pasar global

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
  • IDB: Pertumbuhan ekonomi AS 2Q-24 lebih baik dari ekspektasi

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
  • IDB: Sentimen sektor teknologi mempengaruhi pasar global

    Investment Daily Bread

    Baca selengkapnya
Lihat semua

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more