8 September, 2022
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Kondisi makro Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Surplus neraca berjalan melebar ke 0.7% PDB di paruh pertama 2022 dari 0.3% PDB di 2021. Kondisi ini di terjadi karena kuatnya ekspor yang menopang surplus perdagangan sebesar USD15.6 miliar di kuartal kedua 2022. Terjadi deflasi -0.21% di bulan Agustus (4.69% YoY), terutama dipicu oleh penurunan harga pangan (-0.48ppt). Inflasi ini masih naik ke +3.04%, kembali ke level pra pandemi. Seiring peningkatan inflasi inti, di bulan Agustus Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 25bps.
Kondisi makro Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Surplus neraca berjalan melebar ke 0.7% PDB di paruh pertama 2022 dari 0.3% PDB di 2021. Kondisi ini di terjadi karena kuatnya ekspor yang menopang surplus perdagangan sebesar USD15.6 miliar di kuartal kedua 2022. Terjadi deflasi -0.21% di bulan Agustus (4.69% YoY), terutama dipicu oleh penurunan harga pangan (-0.48ppt). Inflasi ini masih naik ke +3.04%, kembali ke level pra pandemi. Seiring peningkatan inflasi inti, di bulan Agustus Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 25bps.
Berkaca dari tahun 2013 dan 2014 ketika pemerintah secara signifikan juga menaikkan harga BBM Bersubsidi, dampak pada inflasi (baik umum maupun inti) hanya bersifat sementara, lebih kurang 4 bulan, diikuti oleh normalisasi inflasi. Konsumsi masyarakat akan terperangurh, di masa lalu kita melihat konsumsi akan melemah lebih kurang 2 -3 kuartal sebelum kembali normal. Di lain pihak, dampak pada pertumbuhan PDB tahun 2022 ini akan lebih terbatas seiring kenaikan yang baru terjadi di akhir kuartal.
PASAR SAHAM
IHSG menguat tajam 3.27% mengungguli MSCI World (-4.33%), Asia Pasifik Ex. Jepang (-0.46%), dan MSCI Emerging Market (+0.03%). Setelah berbulan-bulan mencatatkan arus dana keluar, investor asing kembali mencatatkan arus dana masuk sebesar USD508.3 juta. Secara sektoral, infrastruktur (+5.5%) dan energi (+2.25%) menjadi yang terunggul sementara konsumer siklikal (-1.75%) menjadi yang terburuk. Rupiah sedikit melemah (-0.06% MoM) tetapi masih lebih baik dbandingkan kawasan tetangga (SGD -1.20%, THB -0.69%, dan MYR -0.55%).
Inflasi global yang tinggi dan respons kebijakan yang diambil, volatilitas berlarut akibat perang dan respons kebijakan, serta mitigasi pandemi yang tidak efektif tetap menjadi risiko utama bagi pasar. Di Indonesia, peningkatan inflasi tahun ini masih cukup terkendali, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi di atas 8% pada periode pengetatan moneter tahun 2013. Pembukaan kembali ekonomi dan pertumbuhan laba korporasi yang tinggi dapat menopang pasar saham. Kami percaya bahwa eksposur perekonomian Indonesia akan tetap positif dan kami tetap optimis pada daya tarik investasi jangka panjang di Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Di bulan Agustus, pasar obligasi domestik meneruskan kinerja positifnya, dengan indeks BINDO menguat 1.36% MoM, menghapus kinerja tahun berjalan yang negati menjadi +0.75%. imbal hasil obligasi tenor 10 tahun bergerak stabil antara 7.00% - 7.15%, searah dengan stabilnya UST yang bergerak di bawah 3.20%. Pendorong utama stabilnya pasar di bulan Agustus datang baik dari sentimen global maupun domestik. Dari global, inflasi Amerika Serikat bulan Juli tercatat lebih rendah dari ekspektasi di 8.5% YoY (sebelumnya 9.1% YoY), menguatkan anggapan pasar bahwa inflasi Amerika Serikat telah mencapai puncak. Data ini menenangkan pasar, dan akhirnya tercermin dalam imbal hasil UST.
Sementara itu dari sisi domestik, kenaikan suku bunga acuan BI, kebijakan operation twist, rencana pemerintah untuk menurunkan defisit fiskal ke <3% di 2023, dan penerbitan obligasi seri baru menjadi penggerak pasar. Semuanya sempat mengangkat sentimen pasar dan mendorong imbal hasil obligasi 10 tahun turun ke bawah 7.00%. Penerbitan seri baru FR0095 (5 tahun), FR0096 (10 tahun), and FR0097 (20 tahun) juga sukses menarik minat pasar, dengan permintaan dalam lelang mencapai IDR72.16 triliun melewati rata-rata permintaan dalam lelang sebelumnya sebesar IDR48.83 triliun. Walaupun demikian pasar tetap gelisah dan menunggu sinyal The Fed dari simposium Jackson Hole di akhir Agustus. Dalam pernyataannya, Powell menegaskan bank sentral akan terus berperang melawan inflasi, dan suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Ada indikasi bahwa inflasi sudah mencapai puncak, tapi belum ada indikasi akan menurun. Melihat pernyataan hawkish dari simposium ini, sampai akhir bulan imbal hasil tenor 10 tahun sedikit naik ditutup di 7.13%.
Investor asing membukukan beli bersih senilai IDR8.27 triliun, namun persentase kepemilikannya turun ke 15.24% dari bulan sebelumnya 15.36%. Perbankan komersial menambah IDR19.44 triliun dengan persentase turun ke level 24.87%. Bank Indonesia juga menambah kepemilikan sebesar IDR30.10 triliun, sehingga kepemilikan naik dari 25.77% menjadi 25.88%. Baik asuransi maupun dana pensiun juga mencatat pembelian, namun kepemilikan turun menjadi 16.29% dari 16.32%. Reksa dana mencatat peningkatan sebesar IDR2.88 triliun, dengan persentase kepemilikannya stabil 3.14%. Investor individu dan lain lain mencatat pembelian bersih, dengan posisi kepemilikan naik dari 14.45% ke 14.59%.
Kurva imbal hasil mendatar, dengan tenor pendek kalah unggul dibanding seluruh tenor lainnya. Imbal hasil tenor 2 dan 5 tahun naik masing-masing 37bps dan 17bps, yang diikuti kenaikan 25bps di tenor 15 tahun. Imbal hasil tenor menengah 10 tahun hanya naik 1bps. Sementara tenor panjang menurun, dimana imbal hasil tenor 20 dan 30 tahun masing-masing turun 31bps dan 7bps.
IDB: Inflasi domestik kembali melandai
Baca selengkapnyaIWH: Pasar merespon positif nominasi menteri keuangan AS
Investment Weekly Highlights
IDB: Pemerintah menetapkan kenaikan UMP 2025 di 6.5%
Baca selengkapnya