14 Mei 2024
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Kondisi makroekonomi Indonesia tetap stabil di bulan April 2024. Pertumbuhan PDB mencapai 5.1% YoY di 1Q24, lebih tinggi dari 5.0% di 4Q23, sesuai dengan ekspektasi kami. Belanja lembaga non-profit meningkat signifikan 24% YoY dari 18.1% YoY di kuartal sebelumnya, karena belanja yang berhubungan dengan pemilu. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4.9% YoY, naik dari 4.5% di 4Q23, disebabkan faktor low-base karena Ramadhan yang jatuh lebih cepat di 1Q24 dan juga karena meningkatnya belanja sosial. Selain itu komponen belanja pemerintah juga tumbuh signifikan 19.9% YoY dari 2.8% di 4Q23. Kontribusi net ekspor turun menjadi -0.2ppts dari 0.4ppts di kuartal sebelumnya, seiring dengan turunnya surplus perdagangan. PMI manufaktur Indonesia turun ke 52.9 di April, dari 54.2 di Maret karena turunnya ekspor.
Inflasi umum hanya naik 0.25% MoM, mereda walau terdapat Lebaran di awal bulan. Tingkat inflasi tahunan turun ke level 3.0% YoY. Kontributor inflasi terbesar adalah dari komponen transportasi, dan naiknya harga emas. Sementara itu harga pangan turun, di mana harga beras turun -2.7% MoM seiring meningkatnya produksi karena memasuki periode panen.
Inflasi inti naik 0.29% MoM, lebih tinggi dari 0.23% MoM di Maret, sementara secara tahunan inflasi inti di level 1.82% YoY, naik dari 1.77% YoY di bulan sebelumnya. Walau inflasi terjaga, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga untuk mendukung stabilitas Rupiah yang tertekan di tengah ketidakpastian kebijakan The Fed. BI menekankan fokusnya saat ini adalah menjaga stabilitas Rupiah. Dengan tingkat cadangan devisa yang maih besar, dan periode pemilu telah lewat, kami melihat BI dapat mencapai target kebijakannya.
PASAR SAHAM
Berbagai data terkini mengindikasikan The Fed tidak akan buru-buru memangkas suku bunga. Kondisi menyebabkan pasar terus merevisi ekspektasi besaran dan kapan The Fed dapat memangkas suku bunga, serta spekulasi tentang kondisi ekonomi AS, termasuk skenario “no landing”. Dinamika pasar global ini mendorong penguatan nilai tukar USD terhadap mata uang global, termasuk Rupiah yang terdepresiasi -2.55% di April, kalah unggul dibanding mata uang lain di ASEAN (MYR: -1.01%, SGD: -1.20%, THB:-1.83%).
Pelemahan Rupiah, spekulasi kebijakan The Fed, dan dinamika geopolitik di Timur Tengah memicu koreksi di pasar saham. Indeks saham IHSG melemah -0.75%, kalah unggul dari Asia Pasifik ex-Jepang dan Emerging Market (MSCI APxJ: 0.33%, MSCI EM: 0.26%) namun relatif lebih baik dari kinerja indeks pasar global (MSCI World: -3.85%). Investor asing mencatat penjualan bersih di pasar saham Indonesia sebesar -USD1.1 miliar. Sektor Energi (5.0%) mencatat penguatan tertinggi, sementara sektor Transportasi & Logistik (-9.5%) kembali mencatat pelemahan terdalam.
Volatilitas jangka pendek diperkirakan masih dapat terjadi karena ketidakpastian geopolitik Timur Tengah dan mundurnya ekspektasi pemangkasan Fed Funds Rate. Namun kondisi fundamental Indonesia yang kuat (inflasi terjaga, pertumbuhan ekonomi stabil, dan rasio utang sehat), memuncaknya Fed Funds Rate, dan pemulihan ekonomi China yang mengecewakan pasca pandemi dapat mendorong minat investor asing terhadap Indonesia. Valuasi pasar saham Indonesia pada level yang menarik, lebih rendah dari rata-ratanya dalam sepuluh tahun. Kami tetap memandang optimis potensi investasi jangka panjang di pasar Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Pasar obligasi Indonesia melemah di bulan April, di mana indeks acuan BINDO mencatat pelemahan bulanan pertama sebesar -1.43%, sehingga kinerja tahun berjalan menjadi -0.19%. Imbal hasil obligasi 10Y naik signifikan dari 6.69% ke 7.25% (+56bps), seiring dengan naiknya imbal hasil UST 10Y dari 4.20% ke 4.68% (+48bps). Sebelum Lebaran, pasar obligasi domestik bergerak stabil, dengan imbal hasil obligasi 10Y di kisaran 6.65%-6.69%, sejalan dengan UST 10Y yang stabil di kisaran 4.20%-4.30% di tengah masih adanya ekspektasi pemangkasan suku bunga Fed di Juni. Namun data inflasi AS Maret yang lebih tinggi dari ekspektasi di 3.50% (konsensus: 3.40%, sebelumnya: 3.20%) mengindikasikan tekanan inflasi AS yang persisten, mendorong The Fed untuk memberi sinyal pemangkasan suku bunga dapat tertunda ke 2H24, dengan kesempatan pemangkasan tercepat di September 2024. Imbal hasil UST 10Y naik signifikan ke atas 4.50%, diikuti oleh obligasi Indonesia 10Y yang melonjak melebihi 6.92% pasca libur Lebaran. Selain itu tensi di Timur Tengah juga meningkatkan volatilitas pasar global, yang menambah ketidakpastian bagi pasar.
Di pasar domestik, Bank Indonesia mengejutkan dengan menaikkan suku bunga 25bps dari 6.00% menjadi 6.25% di April. Langkah tersebut dilakukan untuk manjaga stabilitas Rupiah yang melemah 5.60% sepanjang tahun ke level IDR16260 dari IDR15397 di Desember 2023 karena tekanan penguatan USD. Keputusan BI membayangi sentimen pasar dan mendorong imbal hasil obligasi 10Y naik mencapai level tertinggi tahun ini di 7.25%. Di bulan April, permintaan lelang SUN dan SBSN tetap lemah, di mana permintaan SBSN mencatat rekor terendah tahun ini, di level IDR16.27 triliun vs rata-rata YTD di IDR21.43 triliun. Pemerintah memutuskan untuk melakukan lelang greenshoe pertama sejak 2022 dengan permintaan mencapai IDR7.96 triliun. Pada lelang obligasi konvensional, permintaan juga lemah di IDR50.20 triliun, lebih rendah dari rata-rata YTD di IDR54.71 triliun.
Investor asing mencatat penjualan bersih IDR20.84 triliun di April, sehingga kepemilikan asing turun menjadi 13.77% dari total obligasi pemerintah diperdagangkan, dari bulan sebelumnya 14.20%. Asuransi dan dana pensiun kembali mencatat pembelian bersih sehingga tingkat kepemilikan naik menjadi 18.76% dari 18.59%. Bank Indonesia juga mencatat pembelian bersih IDR7.74 triliun, sehingga tingkat kepemilikan naik dari 24.54% menjadi 24.56%. Sementara itu perbankan komersial mencatat penjualan bersih IDR9.05 triliun sehingga kepemilikan turun menjadi 21.30% dari sebelumnya 21.56%. Kepemilikan reksadana juga turun dari 3.12% menjadi 3.11%. Individu dan investor lain mencatat pembelian bersih, dengan kepemilikan naik signifikan dari 17.99% menjadi 18.50%.
Kurva imbal hasil menunjukkan pola bearish flattening dengan inversi terjadi di beberapa tenor di April, sementara obligasi tenor pendek kembali kalah unggul dibanding tenor lainnya. Imbal hasil obligasi 2-tahun naik tertinggi 58bps, diikuti oleh tenor 5-tahun yang naik 55bps. Seiring dengan kenaikan tenor pendek, tenor menengah juga melemah, di mana tenor 10-tahun dan 15-tahun masing-masin naik 53bps dan 32bps. Di tenor panjang, imbal hasil 20-tahun dan 30-tahun juga naik masing-masing 20bps dan 17bps.
IDB: Inflasi domestik kembali melandai
Baca selengkapnyaIWH: Pasar merespon positif nominasi menteri keuangan AS
Investment Weekly Highlights
IDB: Pemerintah menetapkan kenaikan UMP 2025 di 6.5%
Baca selengkapnya