Apa sih arti sebenarnya dari hidup yang bahagia? Apakah pengukurannya berdasarkan tahun atau banyaknya kenangan yang membentuk masa-masa itu? Sejalan dengan berevolusinya dunia, maka berkembang pula pemahaman kita tentang umur panjang. Bagi orang-orang di Asia, makna umur panjang lebih dari sekadar menjalani umur yang panjang dan bebas dari penyakit. Lebih dari itu memprioritaskan kesehatan dan kemapanan termasuk akses solusi keuangan untuk bisa menikmati kehidupan yang lebih baik.
Manulife’s Asia Care Survey 2025 mencoba mengupas hal tersebut dan mengeksplorasi bagaimana individu di wilayah Asia memaknai umur panjang dan kesejahteraan. Survei ini juga membahas inkonsistensi antara keyakinan dan tindakan mereka untuk kemudian mengajukan solusi yang membantu mereka mencapai cita-cita hidup yang diinginkan.
Tahun 2050, angka harapan hidup di Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 74,9 tahun. Ini cukup besar, yaitu 3,8 tahun lebih tinggi dari tahun 2023, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Selain itu, wanita diprediksi akan hidup lebih lama, mencapai 77,4 tahun, dibandingkan dengan 72,6 tahun untuk pria. Kemajuan teknologi dalam perawatan medis dan kondisi kehidupan yang lebih baik menjadikan manusia berumur lebih panjang setiap tahunnya.
Berdasarkan temuan survei, mandiri secara finansial, menua penuh ketenangan, tetap aktif dan menikmati hidup lebih penting bagi orang-orang di Indonesia daripada hidup selama mungkin di saat mereka tua atau pensiun.
Faktanya, hanya 5,7% responden di Indonesia yang memilih untuk hidup lebih lama sebagai harapan terbesar mereka.
Pertandanya jelas - umur panjang tidak lagi hanya tentang menambah ‘tahun dalam kehidupan’ tetapi juga menambah ‘ kehidupan dalam tahun’.
Sudut pandang baru tentang menua tengah terbentuk di Asia termasuk Indonesia: orang-orang tidak hanya berfokus pada memperpanjang masa hidup mereka, tetapi juga menjalani hidup yang lebih bermakna, dan memprioritaskan kehidupan yang dipenuhi dengan kesejahteraan, tujuan, dan antusiasme, seiring dengan bertambahnya usia.
Ketika orang-orang di Asia ditanya alasan mengapa memperpanjang usia bukanlah prioritas utama mereka, jawaban mereka menunjukkan adanya pergeseran prioritas yang mendasar: mereka lebih mementingkan kesehatan fisik, mental, dan finansial di masa tua mereka agar dapat mempertahankan kemandirian dan menjalani masa tua dengan bermartabat.
Beberapa juga mengungkapkan kekhawatiran mereka akan penurunan fisik dan kognitif, yang selanjutnya memotivasi aspirasi mereka untuk hidup dengan penuh gairah.
Responden di Indonesia menganggap kesehatan fisik, mental, dan finansial sama-sama penting dalam menentukan usia ideal yang ingin mereka miliki, dengan kesehatan fisik sebagai prioritas utama.
Mencapai keseimbangan antara lifespan atau rentang hidup sehat (perkiraan rata-rata tahun hidup dalam kondisi sehat) dan wealthspan atau rentang hidup sejahtera (jumlah tahun seseorang memiliki kemampuan finansial untuk mendukung gaya hidup sesuai keinginan mereka) dipandang penting untuk kehidupan yang memuaskan dan lengkap.
Asia Care Survey 2025 mengungkapkan pergeseran besar mengenai bagaimana masyarakat di Asia melihat kehidupan mereka seiring bertambahnya usia. Ketahanan fisik, mental, dan finansial kini menjadi sangat penting. Memperhatikan tiga pilar kesejahteraan tersebut dengan sama rata adalah kunci menuju kualitas hidup yang lebih bermutu. Kami mendefinisikan "pendekatan hidup" tersebut sebagai makna baru dari berumur panjang.
Pilihlah mitra asuransi kesehatan dan investasi: Rencanakan bagaimana menciptakan kehidupan yang tidak hanya panjang tetapi juga sejahtera, seimbang, dan bermakna. Survei ini menyoroti kebutuhan yang lebih besar bagi individu untuk bermitra dengan penyedia solusi holistik yang dapat membantu membuat keputusan bijak dan membentuk perilaku mereka, memonitor pertumbuhan, dan meraih makna baru dari hidup panjang.
Rencanakanlah sekarang juga: Mulai hari ini: Jalani hidup dengan penuh semangat di masa sekarang, sambil mempersiapkan langkah untuk masa depan. Berusahalah untuk memenuhi aspirasi umur panjang Anda dengan memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan Anda demi meraih hidup yang lebih panjang, lebih sehat, dan lebih baik.
Semakin banyak orang yang mendefinisikan ulang kesehatan dengan memprioritaskan hidup mandiri ketimbang sekadar bebas dari sakit, dan fokus melakukan hal-hal yang paling penting bagi mereka.
Di Asia, 76% dan lebih tinggi lagi di Indonesia dengan 83,8% responden di seluruh kelompok usia memandang sakit sebagai bagian alami dari proses menua. Bagi mereka, kesehatan justru berarti menyambut dan menikmati hidup, alih-alih dibatasi oleh masalah kesehatan.
Sama halnya seperti Indonesia (36%), lebih dari sepertiga orang di Asia (36%) mengalami atau mengkhawatirkan masalah kesehatan fisik dan/atau mental yang dapat berdampak pada gaya hidup mereka.
Namun, 82% yakin bahwa mereka sudah berupaya cukup untuk tetap sehat dan tak perlu melakukan lebih banyak lagi.
Hasil riset kami menunjukkan bahwa berfokus hanya pada kesehatan fisik, tanpa mempertimbangkan kesehatan mental, dapat menghambat pencapaian kepuasan hidup. Untuk mewujudkan kehidupan yang berkualitas, perlu adanya keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental.
Meskipun kesehatan mental sering kali diremehkan dibandingkan kesehatan fisik, 90% orang-orang di Indonesia percaya bahwa kesehatan mental memengaruhi raihan kualitas hidup idaman di masa tua dan 89% juga yakin kesejahteraan mental merupakan faktor penting terhadap kesehatan jangka panjang. Secara keseluruan, orang-orang di Asia percaya bahwa kesehatan mental secara signifikan berkontribusi pada kehidupan yang lebih panjang dan lebih sehat.
Observasi kami di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa orang cenderung mengambil lebih banyak tindakan preventif untuk kesehatan fisik mereka daripada kesehatan mental mereka. Kami melihat tren yang berbeda dalam tindakan pencegahan kesehatan di antara kelompok usia yang berbeda – orang dewasa yang lebih tua (55+) cenderung lebih fokus pada pengelolaan kesehatan fisik mereka. Pada saat yang sama, generasi yang lebih muda cenderung mencari dukungan kesehatan mental dan memprioritaskan perawatan diri.
Dalam rangka menjaga risiko kesehatan dikarenakan usia, mereka yang berusia di atas 55 tahun melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan, salah satunya, mengurangi asupan garam. Sebaliknya, mereka yang berusia lebih muda umumnya fokus untuk mengurangi stres dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka juga lebih kerap melewatkan sarapan, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup mereka yang sibuk. Pola makan vegetarian dan berkonsultasi dengan terapis secara konsisten tercatat rendah di semua kelompok usia, dan individu yang lebih muda lebih cenderung melakukannya.
Kebanyakan orang menaruh perhatian pada tanda-tanda kesehatan yang familiar, seperti tekanan darah, kolesterol, kadar gula darah, detak jantung, dan nutrisi, guna mengukur kesehatan mereka. Namun, mereka mengabaikan faktor yang sama pentingnya namun kurang populer, seperti kemampuan bergerak, kekuatan genggaman & kaki, dan massa otot, yang telah terbukti secara ilmiah sebagai prediktor terbaik untuk kesehatan dan umur panjang.
Beberapa pola yang kami amati memperlihatkan dengan jelas: kesehatan dan kebugaran di Asia memiliki definisi yang baru, yang tidak hanya berfokus pada penyakit, tetapi juga pada kehidupan mandiri, bahagia, dan hidup penuh makna. Meskipun pergeseran ini menuju ke arah yang benar, tren ini juga mengungkap beberapa hal khusus sebagai perhatian - terutama kurangnya inisiatif untuk memantau dan menjaga kesehatan - yang pada akhirnya akan menghambat tercapainya keinginan gaya hidup yang kita idamkan.
Di seluruh dunia sejak lama telah menganut paham bahwa kesehatan adalah kekayaan. Namun, masyarakat di Asia mengembangkan gagasan ini. Dan betul, orang-orang makin sadar bahwa kesehatan mental mereka sangat bergantung pada seberapa aman mereka merasakan situasi finansial mereka. Di Indonesia sendiri masyarakat sepakat jika kesejahteraan finansial memengaruhi berapa lamanya mereka bisa tetap sehat secara fisik (79%), berapa lama mereka bisa tetap sehat secara mental (79%), dan ekspektasi pencapaian usia akhir atau harapan hidup mereka (72%).
Bagaimanapun, menyadari manfaat positif kesejahteraan finansial tidak selalu berujung pada persiapan finansial yang memadai untuk tahun-tahun mendatang. Di Asia 43% responden berpikir bahwa mereka tidak akan memiliki dana yang cukup untuk kehidupan masa pensiun dan 1 dari 4 orang Indonesia atau 24% responden memiliki pemikiran yang sama.
Namun, mereka masih menempatkan ‘uang tunai sebagai raja’. Di Indonesia sendiri uang tunai, tabungan, dan deposito mencakup 49,2 % dari total aset mereka - meliputi seluruh tabungan dan investasi, tanpa termasuk properti. Selebihnya, investasi mereka tersebar di saham, reksa dana, obligasi, dan asuransi anuitas.
Riset kami menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki tujuan jelas untuk masa depannya cenderung kurang siap secara finansial menghadapi masa pensiun - sebagian karena banyak menyimpan tabungan dalam bentuk tunai, sehingga membatasi potensi pertumbuhan kekayaan mereka dari waktu ke waktu.
Di Indonesia properti masih dipandang sebagai salah satu kendaraan investasi yang relatif lebih aman, setelah kas/deposito. Faktanya, sepertiga dari para investor di Asia masih menempatkan properti sebagai salah satu dari dua prioritas utama dalam perencanaan masa pensiun mereka.
Namun, pandangan ini berubah cepat di Asia: di Indonesia sendiri nilai yang diberikan oleh responden terhadap properti sebagai bagian dari persiapan masa pensiun telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, hanya 42,1% responden yang menganggap properti sebagai salah satu dari dua prioritas utama mereka saat pensiun, sebuah penurunan yang signifikan dari 79,9% responden yang sebelumnya memiliki pandangan tersebut.
Pergeseran ini tidak hanya disebabkan oleh kurang stabilnya nilai properti dalam jangka panjang, tapi juga karena tidak lagi dipandang sebagai warisan keluarga. Masyarakat Asia sekarang termasuk di Indonesia memprioritaskan nilai-nilai lain di atas kepemilikan rumah tradisional.
Untuk menunjang gaya hidup idaman di tahun-tahun berikutnya, memastikan adanya pendapatan stabil selama masa pensiun dinilai sebagai faktor paling penting bagi para nasabah sebagai nilai plus saat memilih layanan penyedia dana pensiun. Kebutuhan ini paling terlihat jelas di kalangan individu Indonesia berumur 45-54 hingga yang mendekati masa pensiun (usia 55+).
Lebih lanjut, layanan yang memaksimalkan potensi pertumbuhan jangka panjang investasi juga sangat dicari. Investor muda berusia 25 hingga 34 tahun termasuk yang sangat antusias menyaksikan investasi mereka berkembang dalam jangka panjang.
Menariknya, hanya 25% rata-rata responden yang menganggap diversifikasi portofolio sebagai layanan terpenting sehubungan dengan pensiun, kemungkinan karena banyak yang berpendapat diversifikasi portofolio merupakan praktik standar bukan manfaat unik yang secara langsung memenuhi kebutuhan finansial mereka.
Meminta pendapat profesional dari perencana keuangan mampu membuat perbedaan besar bagi kesiapan finansial seseorang di tahun-tahun berikutnya. Mereka yang berkonsultasi dengan perencana keuangan menyatakan jauh lebih siap secara finansial untuk masa pensiun daripada mereka yang tidak.
88,7% responden di Indonesia yang menerima pendampingan dari perencana keuangan profesional berharap memiliki cukup dana untuk masa pensiun dan secara keseluruhan 74% orang di Asaa merasakan yang sama. Sementara itu hanya 63,4% responden Indonesia yang tanpa dukungan semacam itu merasakan hal sama. dan lebih rendah lagi secara keseluruhan di Asia dengan 40%.
Asia Care Survey 2025 mengungkap hubungan yang jelas antara kesejahteraan finansial dan kualitas hidup secara keseluruhan, terutama di masa pensiun. Meskipun banyak orang di Asia menyadari pentingnya kesehatan finansial, masih ada kesenjangan dalam persiapan, dan banyak yang merasa tidak yakin dengan kemampuan mereka untuk menopang hidup mereka di masa pensiun. Di sinilah perencanaan proaktif dan keputusan keuangan yang matang menjadi sangat penting.
Tentang Asia Care Survey 2025
Asia Care Survey 2025 dilakukan selama bulan Januari hingga Februari 2025 dan mengungkap pandangan lebih dari 9.000 orang berusia 25 tahun ke atas (termasuk 60+) di sembilan pasar Asia: Indonesia, Mainland China, Hong Kong, wilayah Taiwan, Jepang, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Malaysia.
Sanggahan: Jika terdapat ketidakkonsistenan atau ambiguitas antara versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris, maka yang diutamakan adalah versi bahasa Inggris.
Sumber:
1. Harvard Health Publishing, Juni 2024. Umur panjang: Strategi gaya hidup untuk hidup sehat dan panjang umur
2. Medical News Today, Juli 2025. Umur panjang: 8 kebiasaan mampu menambah usia hidup 24 tahun, studi baru menemukan; Verywell Health, Januari 2024. Daftar Agenda Panjang Umur untuk Usia 30-an